Senin, 29 Maret 2010

Tugas Riset Terapan

RISET TERAPAN PENGEMBANGAN SEA FARMING DI KEPULAUAN SERIBU

Kepulauan Seribu sangat dekat dengan Ibu Kota Jakarta. Sebagai kota metropolitan, sejajar dengan Kuala Lumpur, Bangkok bahkan Hongkong, Jakarta sudah tentu membutuhkan produk perikanan laut (seafood) yang sangat banyak dan terus meningkat seiiring dengan laju pembangunannya. Kenyataannya, setiap hari selalu ada produk perikanan laut yang didaratkan di pantai Jakarta. Bisakah Kepulauan Seribu terus menyediakan seafood bagi masyarakat Jakarta sebagai peluang pasar yang terus membesar ?

Kosekuensi dari kedekatannya dengan pasar yang begitu besar, perairan laut Kepulauan Seribu telah mengalami over fishing untuk semua kelompok ikan tangkapan, baik ikan pelagis maupun ikan karang (coral reef fish). Perairan laut kawasan tersebut sudah tidak bisa lagi diandalkan sebagai fishing ground bagi nelayan, yang umumnya nelayan pancing dan bubu, untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kesejahteraan. Rasio hasil tangkapan dengan biaya yang dikeluarkan, terlebih dengan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM), sudah tidak ekonomis. Bagaimana membantu masyarakat nelayan kepulauan ini meningkatkan pendapatan agar sejajar atau melebihi masyarakat lain di wilayah Ibu Kota Jakarta, sambil memanfaatkan peluang pasar yang terus membesar tersebut ?.

Pada tahun 2002, dengan mengambil momentum berfungsinya secara yuridis dan de facto Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB menawarkan konsep pembangunan perikanan laut yang diberi nama Sea Farming. Konsep ini digali dari Visi kabupaten ini: Kepulauan Seribu sebagai ladang dan taman kehidupan yang berkelanjutan. Bagaimana menjadikan perairan laut Kepulauan Seribu yang begitu luas sebagai ladang untuk bercocok tanam ikan (dalam arti luas termasuk udang, kerang, teripang dan rumput laut), sebagai kawasan sea ranching. Memanen ikan setelah melakukan penanaman (restocking) dalam rangka peningkatan stok, bukan hanya memburu ikan terus menerus, mungkin memiliki peluang hasil yang lebih tinggi, dan ini sesuai dengan Code of Conduct Responsible Fisheries.

Setelah melalui masa sosialisasi yang panjang, pada tahun 2003, konsep sea farming ini mulai diterima oleh pengambil kebijakan di kabupaten ini dan pada tahun 2004 mulai dilakukan riset komoditas, lokasi dan kemasyarakatan. Pada tahun 2005, berdasarkan hasil riset tahun yang lalu, dilakukan beberapa kaji terap dalam rangka implemantasi sea farming. Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, yang menjadikan pariwisata dan perikanan budidaya sebagai prioritas utama pembangunan, akan menjadi kabupaten pertama di Indonesia yang menerapkan sea farming.

SEA FARMING

Sea farming berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari kata sea berarti laut dan farming yang berarti berusaha tani, sehingga secara harfiah berarti berusaha tani di laut dalam rangka memproduksi ikan. Laut dijadikan ladang atau lahan untuk memproduksi ikan dengan menerapkan prinsip usaha tani. Di Jepang, negara yang diperkirakan paling berhasil menerapkan sea farming, sea farming didefinisikan sebagai kegiatan memproduksi benih (seed production), kemudian melepaskan benih tersebut ke laut (releasing atau restocking) dan selanjutnya menangkap kembali ikan tersebut (recapturing atau harvesting) untuk dijual sebagai produk perikanan laut. Peraian laut untuk restocking ini dianggap sebagai kawasan sea ranching, bisa berupa teluk atau gosong (laut dangkal terlindung) dengan luas ratusan hingga ribuan hektar.

Terdapat 5 faktor utama sea farming yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) sumberdaya alam,
(2) teknologi, 3) kemasyaratan, 4) kelembagaan dan 5) hukum.

1) Sumberdaya alam

Faktor sumberdaya alam menyangkut geofisik, oseanografi dan ekologi lokasi dimana ikan akan ditebar. Pemahaman mendalam mengenai faktor ini dapat memberi gambaran kelayakan ekologis suatu kawasan untuk sea farming. Pengetahuan mengenai struktur komunitas biota perairan termasuk di dalamnya mengenai rantai makanan dan piramida makanan bisa memperkirakan tingkat kehilangan (kematian), akibat predasi oleh predator alamiah dan migrasi ke luar kawasan, ikan yang ditebar. Struktur komunitas biota perairan lokal tidak berubah secara drastis, hingga menyebabkan terganggunya bahkan punahnya suatu spesies tertentu, akibat restocking ikan tertentu. Daya dukung perairan (ruang dan makanan) masih mampu untuk menjaga pertumbuhan ikan yang ditebar tetap optimal, sehingga populasi dan biomasa ikan tersebut bertambah secara bertahap dan signifikan. Keseimbangan ekosistem dan piramida makanan di kawasan sea ranching tetap diperhatikan dengan memperhatikan tingkat trofik dari biota yang diintroduksikan (trophic level-based mariculture).

2) Teknologi

Faktor teknologi menyangkut produksi benih di hatchery, pendederan dan penangkapan ikan kembali (recapture) setelah ditebar. Pengetahuan mengenai teknologi hatchery dan pendederan ini memberi gambaran ketersediaan benih untuk restocking secara tepat waktu, tepat jumlah, tepat mutu dan tepat harga. Teknologi pendederan digunakan untuk mengadaptasikan ikan yang akan dengan kondisi alam lokasi sea ranching. Ikan yang ditebar dapat ditangkap kembali menggunakan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan dengan tingkat tangkap (recapture rate) yang relatif tinggi.

3) Kemasyarakatan

Pelaksanaan sea farming pasti melibatkan masyarakat karena merekalah sasaran utama pembangunan. Masyarakat yang dilibatkan adalah yang bermukin di sekitar kawasan sea farming dan telah menjadi pemanfaat kawasan tersebut. Bagaimana mengajak mereka terlibat secara sadar dan aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi sea farming, merupakan suatu tantangan. Mereka akan menjadi penjaga dan pemanfaat kawasan sea ranching. Budaya mereka mungkin akan berubah, karena implementasi sea farming membutuhkan kemauan, kejujuran, persatuan, kekompakan, kesadaran akan hukum, kepatuhan, kepedulian dan sebagainya. Perubahan budaya masyarakat tersebut didisain melalui suatu rekayasa sosial yang terarah.

4) Kelembagaan

Terdapat banyak fihak yang terlibat dalam sea farming, antara lain pengusaha hatchery, masyarakat nelayan, pembudidaya ikan, pemerintah daerah (lintas sektoral), pedagang hasil perikanan laut dan sarana produksi, sebagainya. Mengingat sea farming berlangsung dalam skala kawasan yang luas, open access, dan common property, perlu pengaturan kelembagaan yang bisa menjadikan sea farming sebagai aktivitas bisnis yang tangguh dan berkelanjutan.

5) Hukum

Kawasan restocking akan menjadi kawasan terbatas (limited area). Fishing right di kawasan tersebut menjadi khas dan berbeda dengan yang bukan kawasan sea farming, common fishing right mungkin berubah menjadi demarcated fishing right. Kawasan sea farming tampaknya perlu dilindungai oleh payung hukung semacam peraturan daerah (Perda). Selain berfungi bagi perlindungan hukum, peraturan tersebut juga menjadi acuan bagi pengelolaan lingkungan kawasan sehingga terhindar dari tumpang tindih dan konflik pemanfaatan.

SEA FARMING DAN BUDIDAYA LAUT (MARIKULTUR)

Output dari kegiatan sea farming adalah ikan yang tertangkap kembali oleh nelayan dan benih ikan yang ditebar. Ikan yang tertangkap kembali berukuran mungkin kurang dari ukuran pasar (edible size), sehingga perlu dilakukan pemeliharaan lanjutan dalam sistem marikultur, baik karamba jaring apung, karamba jaring tancap maupun pen culture. Dengan demikian output sea farming menjadi input produksi marikultur

Demikian pula sebaliknya, ikan yang akan ditebar di kawasan sea farming perlu dideder terlebih dahulu dalam sistem marikultur sebagai proses adaptasi di habitat sea ranching. Dengan demikian output dari sistem marikultur menjadi input bagi kegiatan sea farming. Hatchery sea farming juga bisa diarahkan produksinya untuk memenuhi permintaan benih oleh sistem marikultur.

Sea farming terkait dengan marikultur. Output sea farming menjadi input proses marikultur dan sebaliknya.

Dalam implementasi sea farming di suatu kawasan, penyiapan masyarakat mungkin merupakan bagian yang paling sulit, dan tampaknya perlu strategi yang jitu, selain kesabaran dan ketekunan. Perlu dibangkitkan kepercayaan (trust) masyarakat terhadap lembaga yang menginisiasi dan fasilitator implementasi sea farming. Ketika masyarakat ingin beralih matapencaharian dari nelayan menjadi pembudidaya dan mendambakan kesuksesan dalam usaha yang baru tersebut, maka marikultur bisa menjadi bahasa dan media yang efektif untuk membakitkan trust tersebut.

SEA FARMING DAN AGRIBISNIS PERIKANAN

Bisnis budidaya ikan kerapu (sebagai contoh), selama ini umumnya terdiri dari hanya 2 jenis pelaku (pemain): pembenihan (hatchery) yang memproduksi benih ukuran 3-13 cm dan pembesaran (growout) yang memproduksi ikan ukuran konsumsi 0,5 kg per ekor. Resiko bisnis terpolarisi kepada kedua pelaku saja, sehingga berkesan mematikan. Belajar dari bisnis budidaya ikan lele di Parung, Jawa Barat, yang dimainkan oleh banyak pelaku, ternyata memiliki tingkat keberlanjutan yang tinggi dan berefek ganda terhadap perekonomian setempat. Bisnis tersebut tersegmentasi kedalam beragam stadia dari siklus hidup ikan, sejak telur, larva, benih ukuran pentul korek, ukuran kelingking, jari manis, jari tengah, jempol hingga ukuran jempol kaki (pendeder I hingga V). Resiko bisnis tersebar ke banyak pelaku, sehingga menjadi lebih ringan.

Implementasi sea farming di suatu kawasan memiliki momentum dan potensi menciptakan sistem agribisnis dengan banyak pelaku, sehingga berefek ganda terhadap perekonomian setempat dan keberlanjutan usaha.

Pendapat saya, sea farming sangat baik diterapkan di Indonesia yang memiliki kekayaan laut yang sangat baik, penerapan sea farming ini sangat berguna untuk memperluas produksi ikan yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan juga bias digunakan sebagai objek wisata, selain itu dapat menciptakan potensi manusia untuk menciptakan lapangan pekerjaan sehingga dapat menjadi jalan usaha untuk kebutuhan hidup.
Sumber : http://www.pksplipb.or.id-Riset Terapan
web.ipb.ac.id/~pkspl/index.php?option=com_content..

Selasa, 09 Maret 2010

Riset Akuntansi
Pengertian Riset

Riset memiliki arti memeriksa atau mencari kembali
Riset Ilmiah adalah usaha untuk menemukan,mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yg dilakukan dengan
menggunakan metode-metode ilmiah.

Tetapi menurut saya Riset adalah pemecahan suatu masalah yang orang lain sukar untuk menemukannya sehingga dilakukan
penelitian agar didapat penemuan untuk memecahkan masalah tersebut, sehingga bisa menjadi dasar atau ilmu pengetahuan
bagi orang lain.

Sekarang Mari kita lihat contoh riset ilmiah yang dilakukan oleh Stanley Meyer yaitu Bahan Bakar Hidrogen dari Air
Seorang Ilmuwan dari Amerika Serikat bernama Stanley Meyer telah menemukan Water Fuel Cell yaitu Mampu Memecah
Air (H2O) menjadi Hidrogen (H2) dan Oksigen (O2).
Meyer telah mematenkan penemuannya tersebut yang bertitel Method Of a Fuel Gas (26/06/1990) dengan No.US Patent 4.936.961

Meyer Telah mendiskripsikan temuan nya dengan gambar, dan menunjukan kepada Publik melalui Video It Runs On Water
tentang Mobil yang sukses berjalan dengan air.
Mobil bermesin Volkswagen (VW) 1.6 Liter mampu melesat dengan air sebagai pengganti bensin.
Meyer mengatakan bahwa dia mengganti busi dengan injeksi untuk menyemprotkan uap ke silinder. Uap air itu kemudian
dipecah menjadi hidrogen dan oksigen, selanjutnya masuk ruang pembakaran seperti pada motor konvensional.
Temuan Meyer ini telah didemonstrasikan melalui televisi action 6 News dan dia mengklaim untuk perjalanan dari
Los Angeles ke New York hanya dibutuhkan 83 Liter Air.
Namun sayangnya ketika temuan Meyer ini mau diuji kebenarannya oleh Prof.Michael Laughton dari Queen Mary,
University of London, Meyer menghindar dengan alasan yang dibuat-buat, akhirnya di pengadilan kesaksian 3 orang ahli
menilai bahwa “temuan” Meyer tersebut sama sekali tidak Revolusioner.
Water Fuel Cell ala Meyer yang telah resmi dipatenkan itu selanjutnya dinyatakan sebagai penipuan oleh pengadilan Ohio 1996
Dua Tahun Kemudian tepatnya pada 21-03-1998 meyer ditemukan tewas oleh Dr William R. Adrion menyimpulkan bahwa
Meyer meninggal akibat cerebral aneurysma karena darah tinggi.
tetapi di Indonesia pun sedang mengembangkan penelitian bahan bakar dari air oleh Joko Suprapto di lokasi Cikeas Bogor.
semoga temuan nya bisa melebihi Stanley Meyer dan bermanfaat bagi kita semua...

Naah kita telah menyimak tulisan diatas, menurut saya temuan Stanley Meyer tersebut sangat berguna bagi orang banyak
karena sebagian orang menggunakan transportasi kendaraan untuk aktivitas kehidupan nya, tetapi biaya yang dikeluarkan
untuk membeli bahan bakar tersebut cukup mahal, jika seseorang seperti Meyer bisa merubah bahan bakar hidrogen dari air
maka masyarakat bisa mengefisiensi biaya dan mengurangi polusi udara yang semakin sesak.
walaupun akhirnya temuan Meyer tersebut dianggap penipuan, namun menurut saya cara untuk mengembangkan
penemuan tersebut sudah benar, walaupun akhirnya ditolak oleh para ahli.
Tetapi Indonesia saat ini pun telah memiliki seorang Ilmuwan bernama Joko Suprapto mengembangkan bahan bakar air pula
di lokasi laboratorium cikeas Bogor, semoga bisa melebihi temuan Meyer, dan bisa bermanfaat bagi masyarakat Indonesia
sehingga dapat meringankan biaya hidup..

Sumber :

www.gulfoilltd.com

www.sciencenewsforkids.com

www.rexresearch.com

www.detik.com

http://empimuslion.wordpress.com/2008/05/29/stanley-meyer-telah-mempatenkan-bahan-bakar-hidrogen-dari-air/